Vrydag 12 April 2013

kelemahan dan kelebihan desentralisasi

Ketika kita berbicara kelemahan dan kelebihan  dalam pelaksanaan otonomi daerah (Disentralisasi) daerah maka yang terbayang di depan mata kita adalah:Namun yang jelas kelemahan sistem disentralisasi adalah pertama;permasalahan keterlambatan di terbitkanya PP tentang pembagian urusan.Kedua;masih engan dan setengah hati pemerintah dalam mendelegasikan kewenangan kepada daerah, hal ini terlihat dari masih adanya balai pelaksanaan teknis pusat di daerah yang di bentuk oleh departemen teknis, pelaksanaan pembiayaanya bersumber dari pusat yang konsekuensinya berkurang inovasi dan kreatifitas di daerah dalam melaksanakan ke wenanganya. Ketiga;sistem hukum dan pembuktian terbalik masih absurd atau kabur sehinga muncul keraguan satuan kerja dalam melaksanakan program atau kegiatan di daerah. Keempat;adalah Belum optimalnya pengelolahan sumber daya yang berakibat pada rendahnya PAD, hal ini berimplikasi pada rendahnya Rasio PAD terhadap APBD. Kelima;belum optimalnya penerapan sangsi dan penghargaan bagi sumber daya manusia aparatur di daerah.
Keenam; pemekaran yang semakin terus berlanjut di daerah ini adalah ego bagaimana berbagi bagi kekuasaan atau orang tidak mendapat bagian kekuasaan di daerah mencoba memekarkan daerah yang akan menghabiskan APBN negara. Ketujuh; Korupsi pemindahan ladang korupsi dari pusat kedaerah. Kedelapan; konflik vertikel dan herizontan, misalnya dalam pelaksanaan pilkada .
Ketujuh;Kelemahan sistem disentralisasi adalah munculnya pilkada langsung yang banyak menghabiskan dana dan rawan konflik. Ongkos yang di bayar untuk pilkada (Ongkos Demokrasi) sangat mahal di Indonesia adalah konsekuensi pelaksanaan ot onomi daerah. Artinya adalah, Bensin demokrasi tidak sejalan dengan janji kesejahteraaan ternyata hari ini  rakyat tetap berada di bawah garis kemiskinan, bayangkan 50 triliun untuk pilkada di Indonesia ini memang gila yang benar aja. Kalau di belikan beras berapa ton Allahualam Bissawwab.
Fenomena yang dapat  kita analisa di Indonesia hampir setiap hari berlangsung pilkada Setahun terdiri dari 360 hari, sedangkan jumlah daerah kabupaten /kota sekitar 400 dan 33 Propinsi. Sementara Sumatera Barat dari tingkat II dan tingkat I punya 400 nagari yang di pimpin oleh wali nagari. Artinya adalah hampir 2-3 daerah melaksanakan Pilkada serentak dalam satu hari ”dikutip dari wartawan senior Marthias Pandoe”.
Pengalaman rezim Orde Baru dengan pendekatan sentralisasinya memperlihatkan bahwa pendekatan ini memang mampu menstabilkan kondisi politik, osial, dan ekonomi secara cepat, tapi ternyata ini rapuh dalam jangka panjang tidak mampu membendung gejolak, karena itu muncul kemudian desakan kepada pemerintah pusat agar manajemen pemerintahan di kelaola dengan sistem disentralisasi dan memperluas otonomi daerah pemrintah daerah yang kuat.
Otonomi adalah kebutuhan yang sulit di hindari untuk negeri seperti Indonesia yang mempunyai wilayah luas, penduduk, pulau terbanyak dan etnis yang banyak, 203 juta jiwa dengan latar belakang sosial yang berbeda, dengan sangat mungkin dalam jangka pendek, menegah kebijakan disentralisasi dan otonomi daerah akan menimbulkan gejolak, tetapi dalam jangka panjang  otonomi daerah dapat menstabilkan kondisi politik, sosial, dan ekonomi.
Tidak mengherankan jika di samping mendapat dukungan kuat masih banyak yang melihat kebijakan otonomi daerah adalah sebagai “ancaman, tantangan, hambatan, terhadap NKRI”, pertanyaannya apakah pemerintah mampu mengontrol agar gejolak yang pasti itu tidak sampai meruntuhkan bangunan negara ini, salah satu yang di takuti adalah birokrat yang melaksanakan otonomi daerah saat ini juga adalah mereka yang sebelumnya yang menjadi pelaksanaan pemerintah sentralistik yang sarat dengan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).
Selama tiga dekade aparat pemerintah termasuk polisi lebih peduli melayani kepentingan eksekutif untuk mempertahankan kekuasaanya dari pada publik. Meskipun ancaman meletupnya gejolak tidak boleh diabaikan begitu saja, tetapi ancaman yang lebih besar akan muncul jika kita menutup kesempatan untuk berotonomi daerah.
·       Kelebihan Disentralisasi
Indonesia sebagai sebuah negara-bangsa akan kuat bila dibangun di atas sistem yang kongruen, keterkaitan secara sistemik antara komponen-komponen yang berada di dalamnya, termasuk hubungan antara pusat dan daerah.
Dalam hal ini kelebihan sistem disentralisasi dapat di simpulkan Pertama  disentralisasi, adalah konsep untuk memperkuat kongruensi ini, di mana Indonesiadibangun secara kokoh dari kemajemukan daerah dan suku-bangsanya.
Kedua disentralisasi, adalah konsep untuk membuat pembangunan daerah lebih baik, rakyatnya lebih sejahtera, dan karena itu kemudian diharapkan akan semakin memperkuat negarabangsa Indonesia itu sendiri.
ketiga disentalisasi, adalah konsep untuk mencegah separatisme, dan karena itu sukses Otonomi daerah pada gilirannya diharapkan memperkuat negara-nangsa Indonesia.
Keempat disentralisasi, dibangun dalam konteks demokrasi, dan harus memperkuat demokrasi itu sendiri. Sudah sekitar satu windu otonomi daerah digelindingkan, dan sampai hari ini masih banyak yang meragukan apakah otonomi daerah dapat memperkuat Indonesia sebagai sebuah negara-bangsa.
Sesunguhnya ketika kita berbicara Otonomi Daerah (OTODA) Dentralisasi dan pilkada siapa yang tidak kenal dengan istilah ini bahkan anak SD sudah mengetahuinya bahasa pilkada dan otda. Adapun yang menjadi pertanyaan oleh kita bersama adalah; kenapa kita harus Otonomi daerah dan Pilkada?
Adalah kerena yang pertama; wilayah kita sangat luas dari sabang sampai meroke. Kedua; wilayah NKRI berbentuk kepulauan, kalau sentralisasi di paksakan maka pemerintah tidak berjalan dengan baik. Ketiga; Banyak wilayah NKRI terletak di daerah terpencil (Remote Area).
kelima; kelebihan disentalisasi adalah mampu memperkuat persatuan dan kesatuan , karena Indonesia hari ini Penduduk Negara Republik Indonesia terbesar nomor empat di dunia.
keenam; disentalisasi salah satu kelebihanya adalah dapat menghargai kearifan lokal atau variasi local terbukti  penduduk Indonesia yang multikultural 10.64 etnis di Indonesia. Nah ini lah yang barangkali melatarbelakangi kita mengapa harus Pilkada dan Otda?.
Dalam pelaksanaan Otonomi daerah kita melihat masih terjadi Kegamangan dalam pelaksanaan Otda. ”Pusat mengklaim daerah kebablasan sementara daerah mengklaim pusat setengah hati” Otonomi kita adalah hanya di Kabupaten sementara di Propinsi tidak, sebab pusat masih takut setengah hati (ekor di pegang kepala di lepas).
Sekedar mencontohkan banyaknya terjadi korupsi di daerah bahkan seorang Bupati tidak lagi segan dengan seorang presiden. Kendala Otoda selanjutnya adalah, daerah masih belum mandiri, ini terbukti ketika Dana Alokasi Umum (DAU) dari pemerintah atau subsidi di berhentikan maka pemerintah daerah baik kota maupun kabupaten akan ‘mencret’ adalah kerena, daerah belum mandiri dalam mengenjot dana APBD, belum kreatif meningkatkan anggaran pendapatan belanja daerah artinya masih tergantung kepada pemerintah pusat.
Bahkan angaran untuk membayar angota dewan saja tidak cukup angaran daerah menangungnya. Artinya adalah Otda kurang mampu menjadikan daerah mandiri dalam angaran belanja. Kelemahan Otoda sampai hari ini berhubungan dengan kewenangan. Artinya kewenangan antara pusat dan daerah dalam pendidikan juga belum jelas, masih abu abu contoh sederhananya adalah yang menjadi kewenangan daerah kabupaten adalah SD, SMP ini di urus oleh kabupaten kota, akan tetapi SMA dan perguruan tinggi di urus oleh pemerintah propinsi nah ini yang barangkali sampai hari ini belum jelas.
Namun Yang jelas berbicara pilkada Indonesia, kita dalam kemajuan demokrasi negara  yang paling meroket demokrasinya di Asia. Ternyata Indonesia adalah negara yang memiliki demokrasi (Political High) dibandingkan dengan bangsa lain. Kita di puji oleh negara maju dalam perkembangan demokrasi yang berjalan dengan cepat.
Nah konflik dalam pelasanaan pilkada, adalah bagian dari warna warni demokrasi dan wajar saja,  tapi boleh di bilang pilkada hampir di seluruh daerah sukses hanya sebagian kecil terjadi konfrontasi dalam bentuk konflik di daerah. Namun yang jelas sedikit lagi kita sukses. Bahkan di daerah konflik seperti Aceh Pilkada berjalan dengan aman, tentram kondusif dan tertib. Pilkada harus kita dukung dan kita harus optimis jangan kita langsung stop pilkada terlalu pesimis.
Kemudian yang menjadi permasalahan menarik di sini adalah; perlukah di lakukan Amandemen UUD 1945 untuk kelima kalinya, untuk memperkuat peraturan  Pilkada dan Otoda? Jawabannya adalah undang undang adalah buatan manusia jadi tidak tertutup kemungkinan untuk berubah sesuai dengan perkembangan zaman. 
Jadi tidak tetutup kemungkinan untuk di rubah, alquran adalah buatan Allah kekal sepanjang zaman. namun yang menjadi persoalan kemudian adalah kadangkala akar permasalahanya tidak lebih dari penggalan pristiwa ”sekedar mencontohkan adalah ketika badan kita panas maka yang terbayang di depan mata kita adalah ini adalah Flue, tanpa pikir panjang langsung kita kasih Bodrex tapi ternyata kita telah terjebak padahal Flue hanya gejala kita lupa ternyata ginjal kita kembuh.”
Pengertian  Disentralisasi
 
  • Pengaturan tentang Hubungan Kekuasaan Pusat dan Daerah.
  • Pengaturan tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah
Desentralisasi adalah sebuah mekanisme penyelenggaraan pemerintahan yang menyangkut pola hubungan antara pemerintah nasional dan pemerintah lokal. Tujuan otonomi daearah membebaskan pemerintah pusat dari beban-beban yang tidak perlu dalam menangani urusan domestik, sehingga pemerintah pusat berkesempatan mempelajari, memahami dan merespon berbagai kecenderungan global dan mengambil manfaat dari padanya.Pemerintah hanya berkonsentrasi pada perumusan kebijakan makro nasional yang bersifat strategis.
Mengapa disentralisasi perlu, dalam rangka peningkatan efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan pemerintahan. Sebagai wahana pendidikan politik di daerah. Untuk memelihara keutuhan negara kesatuan atau integrasi nasional. Untuk mewujudkan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan yang dimulai dari daerah. Untuk memberikan peluang kepada masyarakat utntuk membentuk karir dalam bidang politik dan pemerintahan. Sebagai sarana bagi percepatan pembangunan di daerah. Untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa.
Desentralisasi : penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem NKRI.
Dekonsentrasi : pelimpahan wewenang pemerintah oleh pemerintah kepada gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu.
Essensi Desentrasilasi dan Otonomi Daerah
Kendati tidak dikemukakan secara eksplissit, hampir sebahagian besar Analis sepakat untuk mendefinisikan otonomi daerah sebagai a freedom which is assumed by a local government in both making and implementing its own decisions (Mawhood, 1987). Atau bahkan, dalam beberapa hal, otonomi daerah telah didefinisikan dengan merujuk pada rumusan Konsep Otonomi yang dikemukakan oleh Robert A. Dahl dan Charles E.
Lindblon (1953, yaitu: the absence of immediate and direct control. Lebih jauh, Dahl dan Lindblon mengatakan: an individual’s responses are autonomous or uncontrolled to the extent that no other people can bring about these responses in a definite way. Berbeda dengan definisi otonomi daerah, definisi desentralisasi terlihat lebih bervariasi. Mawhood (1987:4), misalnya, mendefinisikan desentralisasi sebagai the devolution of power from central to local government.
Sementara Rondinelli dan Cheema (1983: 18) mendefinisikan desentralisasi sebagai the transfer of planning, decision making, or administrative authority from central government to its field organisation, local administrative units, semi-autonomous and parastatal organisation, local government, or non-government organisation.
Relatif bervariasinya definisini desentralisasi ini sebenarnya dapat dipahami, karena seperti dikemukakan Diana Conyer (1983: 99), sejak dekade 1970-an, studi  desentralisasi tidak lagi dimonopoli oleh disiplin ilmu politik dan administrasi negara, tetapi telah menjadi objek kajian disiplin ilmu lain, seperti, ilmu ekonomi dan antropologi. Sebagai salah satu konsekwensi logis dari kecenderungan ini, desentralisasi pun telah didefinisikan tidak saja berdasarkan disiplin ilmu, tetapi juga berdasarkan kepentingan dari institusi yang melakukan kajian.
·         Pengertian Otonomi Daerah
Inti dari pelaksanaan otonomi daerah terletak pada hubungan antara pemerintah pusat dengan pemerintahan daerah, karena hal berikut yang menjadi sangat penting. Pertama pemerintah pusat dituntut agar jujur dan rela melaksanakan UU No 32 Tahun 2004 dan Undang Undang No 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah .
Kedua undang undang tersebut menyentuh pemerintah pusat untuk memberikan sebagian kewenanganya kepada pemerintahan daerah. Namun kita sadari kesulitan yang di hadapi oleh pemerintahan pusat ketika membuat keputusan yang di rasakan adil oleh pemerintahan daerah misalnya dalam alokasi dan, pemerintahan daerah juga perlu sabar dan lebih realitis ketika melakukan tahap tahap pelaksanaaan kedua undang undang tersebut.
Otonomi daerah sudah menggelinding berbarengan dengan reformasi. Ia merupakan terobosan untuk memperkuat Indonesia sebagai sebuah negara bangsa dengan mengakomodasi keragaman daerah. Akomodasi ini bukan untuk memperlemah, tapi sebaliknya, untuk memperkuat Indonesia.
Dalam konteks itu otonomi daerah adalah sistem untuk membuat hubungan kongruen antara pusat dan daerah. Sejauhmana kongruensi ini telah terbangun? Dilihat dari sikap dan perilaku politik warga, otonomi daerah yang sudah berjalan sampai hari ini belum mampu menjembatani kedaerahan dan keindonesiaan.
Hubungan antara kedaerahan dan keindonesiaan masih negatif, dan yang punya sentimen kedaerahan dibanding keindonesiaan masih banyak.  Otonomi daerah belum mampu menyerap keragaman dalam keindonesiaan. Sumber utama dari belum mampunya otonomi daerah menjembatani kedaerahan dan keindonesiaan, belum mampunya menciptakan sistem politik yang kongruen antara pusat dan daerah, adalah kinerja otonomi daerah itu sendiri yang dinilai publik belum banyak menciptakan keadaan lebih baik dibanding sistem pemerintahan yang terpusat sebelumnya.

Donderdag 11 April 2013

TIME MAGAZINE

JAKARTA, KOMPAS.com — Nama Joko Widodo semakin dikenal luas. Tak hanya merembet ke skala nasional, figur Gubernur DKI Jakarta ini juga dikenal sampai ke luar negeri. Ia berbeda dan unik, itulah yang menarik dari sosoknya.
Hari ini, Kamis (11/4/2013), tim liputan majalah Time dari Amerika Serikat melakukan wawancara dengan mantan Wali Kota Surakarta tersebut. Sesi wawancara yang semula digelar pukul 14.30 WIB di ruang kerja Gubernur dilanjutkan ke lapangan. Pasar Menteng Pulo, Kecamatan Menteng Atas, Jakarta Selatan, dipilih menjadi lokasi wawancara sekaligus sesi pengambilan gambar (taping).
Meski akan dimuat di majalah dan dikemas dalam bentuk jurnalisme kisah, pada saat liputan, sebuah kamera video tampak terpasang merekam jalannya wawancara. Dua jurnalis Time bernama Dean Jay Mathew dan Shanta Dwarkasing melakukan tugas jurnalistiknya dengan mewawancarai peraih predikat wali kota terbaik ketiga sedunia dalam World Mayor Project 2012 itu.
Majalah Time meliput profil Jokowi dengan alasan sederhana. Jokowi dinilai unik karena menjadi sosok wirausahawan yang berpolitik dan sukses menjadi seorang pemimpin. Kegemaran Jokowi dalam melakukan kunjungan ke kampung-kampung kumuh atau blusukan kini menjadi ciri khasnya.
"Jokowi berbeda dari pemimpin lokal lain yang pernah saya temui. Ia mengunjungi langsung kampung demi kampung untuk mengetahui permasalahan. Ia sungguh fenomenal," kata Dean saat ditemui di Pasar Menteng Pulo, Kamis sore.
Tak hanya Dean, Shanta juga memiliki penilaian serupa. Menurutnya, Jokowi itu menarik dan perlu untuk dikupas. Ia terkesan oleh sosok Jokowi yang selama 23 tahun menjalani profesi sebagai pengusaha mebel, kemudian loncat dan sukses menjadi seorang pemimpin pemerintahan.
"Kami coba membuat berita feature, bagaimana seorang pebisnis mampu menjadi seorang pemimpin politik lokal," ujar Shanta.
Di Pasar Menteng Pulo, wawancara berlangsung sekitar 20 menit. Meski tak terdengar jelas karena ingin memberi jarak supaya proses wawancara tak terganggu, Jokowi tampak lugas menjawab beberapa pertanyaan yang dilontarkan dengan bahasa Inggris.
Seusai wawancara, Jokowi mengajak kedua wartawan Time melihat kondisi pasar. Jokowi mengakhiri kegiatannya dengan membagi-bagikan bahan kebutuhan pokok untuk warga di sekitar pasar.

Woensdag 10 April 2013

HUKUM BISNIS

A.   PENGERTIAN HUKUM BISNIS (Dr.Munir Fuady, S.H.)
Istilah “hukum bisnis” terjemahan dari istilah “bussines law”. Istilah-istilah lainterhadap hukum bisnis tersebut adalah sebagai berikut :
1.    Hukum Dagang (Sebagai terjemahan dari “Trade Law”).
2.    Hukum Perniagaan (Sebagai terjemahan dari “Commercial Law”).
3.    Hukum Ekonomi (Sebagai terjemahan dari “Economic Law”).
Istilah “hukum dagang” atau “hukum perniagaan” merupakan istilah dengan cakupan yang sangat tradisional dan sangat sempit karena kedua istilah tersebut hanya melingkupi topik-topik yang terdapat dalam Kitab-Kitab Hukum Dagang (KUHD) saja. Padahal begitu banyak topic hukum bisnis yang tidak di atur dalam KUHD misalnya, mengenai perseroan terbatas, kontrak bisnis, pasar modal, merger dan akuisisi, perkreditan, hak atas kekayaan intelektual, perpajakan, bisnis internasional, dll.
Istilah “hukum ekonomi” cakupannya sangat luas, berhubung ada pengertian ekonomi dalam arti makro dan mikro, ekonomi pembangunan dan social, ekonomi manajemen dan akuntansi, dan semuanya hrus dicakup oleh istilah “hukum ekonomi”. Jadi jika dilihat dari segi batasan ruang lingkupnya, maka jika istilah “hukum dagang” ruang lingkupnya sangat sempit dan istilah “hukum ekonomi” ruang lingkupnya sangat luas. Karena itu, memang istilah idealnya adalah “hukum bisnis” itu sendiri.
Pengertian hukum bisnis adalah suatu perangkat kaidah hukum (termasuk enforcement-nya)
Yang mengatur tentang tata cara pelaksanaan urusan atau kegiatan dagang, industry atau keuangan yang dihubungkan dengan produksi atau pertukaran barang atau jasa dengan menempatkan uang dari para entrepreneur dalam resiko tertentu dengan usaha tertentu untuk mendapatkan keuntungan tertentu.
Adapun yang merupakan ruang lingkup dari hukum bisnis, antara lain : kontrak bisnis, jual beli, bentuk-bentuk perusahaan, perusahaan go public dan pasar modal, penanaman modal asing, kepailitan dan likuidasi, perkreditan dan pembiayaan, jaminan hutang, surat berharga, perburuhan, hak atas kekayaan intelektual, anti monopoli, perlindungan konsumen, keagenan dan distribusi, asuransi, perpajakan, penyelesaian sengketa bisnis, bisnis internasional, hukum pengngkutan (darat, laut, udara, multimoda).

Papua New Guinea

The economy of Papua New Guinea maintains strong growth driven by the construction of a $16 billion liquefied natural gas (LNG) project and high government spending. As the LNG project entered its peak development phase in 2012, the economy is seen growing by 7.5%, as forecast earlier. Commodity exports are expected to remain robust as global prices for gold, copper, and a number of agricultural products are high despite declines this year.
Growth is expected to moderate to 4.5% in 2013 as LNG facility construction winds down and on the expectation that crude oil production will fall by 17% next year. These developments will dampen government revenue and spending, as slowing mining and oil operations are expected to drive domestic government revenue, adjusted for inflation, down by 8% between now and 2014. Income from LNG exports will raise government revenues beginning in 2015, but overall revenue growth is nevertheless expected to remain slow over the medium term.
Economic Indicators 2011 - Papua New Guinea  
GDP growth (% change per year) 8.9
CPI (% change per year) 8.7
Fiscal balance (% of GDP) (0.3)
Export growth (% change per year) 27.8
Import growth (% change per year) 84.6
Current account balance (% of GDP) (36.8)
( ) = negative, CPI = consumer price index, GDP = gross domestic product
Sources: ADB. 2012. Asian Development Outlook 2012. Manila; ADB staff estimates; World Bank. 2012. World Development Indicators Online.

Inflation eased to 4.0% year on year in the first quarter of 2012, from 6.9% in the fourth quarter of 2011. For the year as a whole, inflation is now projected to average 6.5%, decelerating more sharply than was projected in the Asian Development Outlook (ADO) 2012 and driven by the kina’s appreciation against the Australian dollar by 31%, and against the US dollar by 27%, since the beginning of 2011. The stronger kina has helped lower prices of imported goods, while monetary policy tightening by the Bank of Papua New Guinea has helped tame domestic inflationary pressures. Next year, inflation is expected to slow further, to 6.0%, as the winding down of construction on the LNG project further reduces demand pressures.
As construction is completed, 8,000 local workers employed on the LNG project will be laid off. Groups representing communities near project construction sites have highlighted the potential for social unrest in the absence of alternative employment. In addition, continued kina appreciation could depress incomes for the large rural population dependent on growing cash crops for export. Tax concessions offered to resource extraction projects reduce government revenue and constrain funding to address the country’s large infrastructure and public service investment shortfalls. These developments carry serious implications for inclusive economic growth.
Official data show a current account deficit equivalent to 1.3% of GDP in the first quarter of 2012. Official figures largely exclude imports of capital equipment for new resource projects. Taking these imports into account, the current account is projected, as in the ADO 2012, to record deficits of about 30% of GDP in 2012 and 2013. Gross foreign exchange reserves have remained equivalent to 11 months of import cover. While current account deficits are generally viewed as indicating unsustainable macroeconomic balances, countries such as Papua New Guinea with substantial overseas liabilities have significant net factor payments, and historical experience shows large current account deficits being sustained with little harm to economic performance.
Source: ADB. 2012. Asian Development Outlook 2012 Update. Manila.

Dinsdag 09 April 2013

China and Australia in currency pact

The Australian dollar has become the third currency, along with the US dollar and the Japanese yen, to trade directly with the Chinese yuan.
The move is seen as a significant step in China's push for a more international role for its currency.
Beijing is trying to promote the yuan as an alternative to the US dollar's role as a global reserve currency.
"The yuan is on its way to becoming fully convertible," said Stuart Oakley, managing director at Nomura.
"This ties in with a trend that we have been observing for a some time. And being fully convertible is a pre-condition to becoming a reserve currency."
Reducing dollar dependence? China is the biggest buyer of Australia's natural resources such as iron ore.
But with no mechanism in place to directly convert between the Australian dollar and the Chinese yuan, the two countries have long used the US dollar as a trading currency.
Indeed, most commodities and commodity futures are priced using the US currency.

Start Quote

There is no international law that dictates that all contracts must be agreed upon in US dollar terms”
Stuart Oakley Nomura
With the new deal coming into effect, there is likely to be an increase in Australian and Chinese firms agreeing prices in either of their currencies.
"There is no international law that dictates that all contracts must be agreed upon in US dollar terms," said Mr Oakley.
"All that the companies have to do is pick up the phone, talk to each other, and decide what currency they want to use."
However, as yet the deal does not pose a threat to the US dollar's dominance, in spite of its intention to indicate China's resolve for a global role for its currency.
"While some contracts may be drawn up in other currencies, international pricing and trade of commodities will continue to be done in US dollar terms," said Michael McCarthy, chief market analyst as CMC Markets in Sydney.
"There is no reason why that would change at this stage."
Reducing costs The deal is, however, expected to reduce the cost for businesses in China and Australia when they deal with each other.
Until now, companies had to first convert their respective home currencies into the US dollar, before exchanging into the yuan or the Australian dollar.
That added an extra layer of currency conversion, which increased their operational costs.
A direct conversion of the two currencies is likely to help firms save those costs.
At the same time, analysts said the agreement may also help further boost bilateral trade between the two countries.
"Once you have directly convertible currencies, it becomes a lot more easier to do trade," said Jonathan Barratt, chief economist at Barratt's Bulletin in Sydney.
Cautious moves? China has been loosening its grip on its currency as part of its attempts to internationalise the yuan.
Last year, it said that it will set up a special business zone in the southern city of Shenzhen to experiment with the yuan's convertibility.
The zone is scheduled to be established over the next eight years, with construction set to start this year.
China also widened the range in which the yuan was allowed to trade against the US dollar, from 0.5% to 1.0% on either side of a daily rate set by the People's Bank of China, the Chinese central bank central bank.
All these moves have raised hopes that the Chinese government intends to press ahead with plans to fully liberalise its currency in the coming years.
However, some analysts said that while the deal indicated that China was pressing ahead with its plans, it was unlikely that Beijing would rush to achieve that goal.
"They will only allow full convertibility of the yuan when they are confident that they have the structures and policies in place to deal with any currency fluctuation and its impact on the Chinese economy," said Mr McCarthy of CMC Markets.

China's March trade deficit may signal key import shift

China has posted a surprise trade deficit in March as imports rose more-than-expected on stronger demand for commodities such as copper and oil.
Analysts said the deficit may signal that domestic demand is picking up and China's attempts to move away from export-led growth were working.
Imports surged 14% from a year earlier. Analysts were expecting a 5% increase.
Exports only rose by 10%, leading to a $884m (£577m) deficit. There was a surplus of $15.3bn in February.
'Turning point' In recent years, China has relied heavily on its exports and investment spending to maintain a strong pace of growth.
However, as economic growth in its key markets such as the US and Europe has slowed, exports have weakened.
In the longer term, Beijing has said it wants to increase domestic demand and boost imports to reduce its dependence on exports and achieve more sustainable growth.
Haibin Zhu, chief China economist at JP Morgan in Hong Kong, said March's figure may "suggest this cycle is probably coming to a turning point".
"If domestic demand turns out to be stronger than expected, it's definitely positive for the economic outlook," he added.

Start Quote

There is plenty of anecdotal evidence to suggest that exporters are faking orders and 'round-tripping' in order to gain government export tax rebates”
Alistair Thornton IHS Global INsight
Unreliable data?
However, some analysts tempered the enthusiasm, saying trade data for China is unpredictable at the beginning of the year because of the Lunar New Year holiday when many factories shut down.
Some observers have also questioned the accuracy of data coming out of China in recent months.
They claim that official export data released by China sometimes does not match corresponding figures coming from its trading partners.
"The 10% headline growth number masks an uncomfortable reality: either the trade data is unreliable, or if it is reliable, then what are being booked as exports are not actually exports," said Alistair Thornton, senior China economist at IHS Global Insight.
Mr Thornton added that "there is plenty of anecdotal evidence to suggest that exporters are faking orders and 'round-tripping' in order to gain government export tax rebates".
His views were echoed by Francis Lun, managing director of Lyncean Holdings in Hong Kong.
"Chinese exporters may have over-reported their value to get export credit rebates because the figures in Hong Kong to and from China do not add up," Mr Lun claimed.
Political pressure Analysts said that China's once-in-a-decade leadership change may have increased pressure on companies to report strong export figures.
China, the world's second-largest economy, appointed a new President and Premier in March and the new leaders have taken over at a crucial time for the economy.
Policymakers have been trying to spur a fresh wave of economic growth after the deepest downturn in the economy since the global financial crisis.
"There may be a certain level of political pressure to get exporters to book future orders early, boosting year-on-year comparisons, on account of the once-a-decade transition," said Mr Thornton of IHS Global Insight.
China's growth rate hit a 13-year low in 2012, and though there are signs of recovery, it is still seen as being a somewhat fragile rebound.
At the same time, China has been grappling with a widening wealth gap, something that has prompted cases of social unrest and calls for the new leaders to create a long-lasting, sustainable and inclusive economic model.

Maandag 08 April 2013

World Economic Forum Strategic Dialogue on the Future of the South Caucasus and Central Asia 2013

Baku, Azerbaijan / 7-8 April 2013
World Economic Forum Strategic Dialogue on the Future of the South Caucasus and Central Asia 
The South Caucasus and Central Asian region has recorded significant economic growth and development over the past decade. Individual countries have been at the forefront of this growth: Azerbaijan’s economy has grown at double-digit rates over the past decade while Kazakhstan, along with other countries in the region, has made great strides in business capacity. With potential growth for most countries expected to reach 5-7% in 2013 (IMF), the region as a whole presents significant untapped potential given its natural resources and strategic location at the crossroads of Europe, Asia and the Middle East.
The World Economic Forum Strategic Dialogue on the Future of the South Caucasus and Central Asia will serve as a timely and unprecedented opportunity for the region’s current and potential stakeholders to define, assess and take forward some of the promising visions for its future. Industry sectors such as natural resources, transport, infrastructure, agriculture, mining, finance and telecommunications will be featured. On 7-8 April in Baku, the World Economic Forum will offer a secure, inclusive and collaborative multistakeholder platform for regional and foreign players to appraise the key challenges and opportunities as well as shape the future pathways of the region.
For more information, please contact: CentralAsia@weforum.org
Baku, Azerbaijan 07 - 08 April 2013